Ketika berumur 17
tahun, Elis Hodiawati memutuskan untuk menikah. Di usia yang sangat muda, Elis
bercita-cita memiliki keluarga yang rukun. Dalam pikirannya, karena saling
mencintai, pastilah tidak akan ada masalah besar yang akan terjadi. Lalu
setelah menikah, Elis ikut tinggal di rumah mertuanya di daerah Pangandaran.
Tahun pertama menikah,
kehidupan keluarganya sudah mengalami keanehan. Elis menemukan foto wanita di
kamarnya. Ketika menanyakannya kepada mertuanya, mertuanya menjawab tidak tahu
soal foto tersebut. Saat itu Elis mencoba untuk percaya kepada suaminya. Namun,
keanehan pada suaminya terus terlihat. Suaminya sering pergi tanpa
sepengetahuan Elis.
Sampai pada suatu hari,
ada seorang perempuan datang ke rumah Elis, dan memberitahukan bahwa perempuan
tersebut sedang mengandung anak dari suaminya. Ketika mendengar suaminya
selingkuh, Elis merasakan suatu beban yang begitu berat. Seakan ada batu
terdampar di tubuhnya.
Akhirnya dengan
keputusan yang berat, Elis memilih untuk bercerai dengan suaminya. Dengan
dukungan keluarganya, maka Elis memilih untuk pergi ke Jepang untuk menjadi
seorang penari misi kebudayaan. Setelah sampai di Jepang, Elis kaget karena
kehidupan malam di Jepang sangatlah bebas. Karena pengaruh buruk tersebut,
akhirnya Elis jatuh kepada seks bebas, narkoba, dan minuman alkohol. Setelah
lima tahun di Jepang, Elis merasakan bebannya tak kunjung hilang. Padahal dia
sudah terbebas dari suaminya tersebut.
Akhirnya Elis
memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk membuka usaha di sebuah mal. Meskipun
sudah terbebas dari kehidupan malam di Jepang, Elis merasakan ada sesuatu yang
mengganjal dalam hatinya. Suatu malam ia bermimpi, melihat sebuah pohon natal
dengan sebuah cahaya di ujung pohon tersebut. Elis penasaran dengan cahaya
tersebut, namun baginya cahaya tersebut memberikan rasa damai yang luar biasa. Setelah
menceritakan mimpi tersebut kepada seorang temannya, lalu temannya tersebut
mengajaknya ke suatu ibadah.